Rabu, 16 Mei 2018
BAB III. Akhlak Bertetangga
A. Pengertian Tetangga
Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu. Ibnu Mandzur berkata: “الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ bermakna orang yang bersebelahan denganmu. Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ dan جِيْرَانٌ”. Sedang secara istilah syar’i bermakna orang yang bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan.
Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya, bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya, kekerabatan, agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya. Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap mereka memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.
B. Kategori Tetangga
Dalam islam tetangga itu hanya ada dua kategori, yakni tetangga dekat dan tetangga jauh. Adapun yang dimaksud dengan tetangga dekat dan jauh disitu ada yang mengaitkannya dengan tempat hubungan, kekeluargaan, dan berkaitkan dengan muslim dan bukan muslim. Yang dikaitkan dengan tempat, artinya tentang di mana keberadaan tetangga itu. Keberadaanya bisa di dekat rumah, satu rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), kompleks dan kampung. Namun yang dekat rumah pun jika harus memilih kepada tetangga mana yang harus di dahulukan, lalu dikaitkan dengan hubungan kekeluargaan artinya tetangga yang dekat itu adalah saudara atau keluarga sendiri.
Sedangkan tetangga jauh berarti yang bukan termasuk saudara atau keluarga. Sebab, bisa terjadi dalam lingkungan sosial, ada tetangga yang masih ada hubungan keluaraga atau besan dan ada pula orang lain. Dengan demikian yang lebih dekat adalah yang ada hubungan keluarga daripada orang lain. Adapun yang dikaitkan dengan orang muslim dan bukan muslim, artinya, yang dimaksud dengan tetangga yang dekat adalahb sesame muslim. Sedangkan tetangga jauh adalah orang- orang yang bukan (non) muslim. Sebab bisa saja terjadi, dalam satu lingkungan tetangga ada yang seagama, sama-sama muslim da berlainan agama.
C. Kedudukan Tetangga
Tetangga dalam pandangan islam mempunyai kedudukan yang mulia sebagaimana halnya tamu yang datang ke rumah. Rosulullah saw. bersabda,
“siapa yang percaya kepada hari kemudian, maka jangan mengganggu tetangganya, dan siapa yang percaya kepada Alloh dan hari kemudian, maka harus menghormati tamunya….” (HR Bukhori dan Muslim)
Kemuliaan tetangga yang disebutkan dalam sabda Rasulallah saw. ini adalah, mereka tidak boleh di ganggu, dan berbuat baik kepada mereka sama seperti halnya menghormati tamu. Semuanya itu menjadi ukuran keimanan seseorang.
Beberapa kemuliaan tetangga antara lain sebagai berikut:
v Sebagai saudara dan keluarga
Ada yang mengatakan bahwa tetangga sama dengan saudara atau keluarga sendiri, apa lagi bila mereka seiman dan sesama muslim. Sebab, bila ada kesulitan dan musibah, maka tetanggalah yang lebih dahulu memberikan pertolongan. Oleh karena itulah, sebagai sesama muslim dan seiman mereka harus semakin memperkuat hubungan persaudaraannya.
v Sebagai mitra usaha
Tetangga juga dapat menjadi mitra dalam usaha dan pekerjaan sebagai upaya meningkatkan keadaan ekonomi rumah tangganya. Mereka selalu melakukan kerja sama dalam mendirikan kegiatan dan jaringan usaha yang menguntungkan dan mendatangkan pendapatan.
D. Hak dan Kewajiban Bertetangga
Tetangga adalah orang yang tinggal di sekitar rumah kita, tentunya adalah orang, yang disamping punya kedekatan phisik juga punya kedekatan secara psikhis. Seorang muslim yang benar-benar sadar dan berada di bawah bimbingan agamanya serta senantiasa berpegang teguh pada talinya, dia akan selalu berbuat baik dan memberikan perhatian kepada tetangganya.
Allah SWT secara tegas telah memerintahkan supaya kita berbuat baik kepada tetangga, seperti yang telah difirmankan dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 36 : "Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya kalian”.
v Hak dan kewajiban yang sama dalam bertetangga ada beberapa hal yang terutama yang selama ini sudah berjalan, antara lain sebagai berikut :
1. Saling menjaga kehormatan diri dan keluarganya
2. Saling menjaga rasa aman dari gangguan apapun
3. Saling melibatkan dalam musyawarah
4. Saling membantu dalam berbagai kebajikan dan kebaikan lainnya
v Hak dan kewajiban yang berbeda dalam bertetangga, khususnya antara yang seiman dan sesamamuslim dengan yang bukan muslim, yakni berkaitan dengan masalh akidah dan ibadah, antara lain sebagai berikut :
Saling mendoakan, Menjadi saksi, Mengurus jenazah, Menikah dan Saling memberi salam.
E. Problematika Hidup Bertetangga
Dalam hidup bertetangga banyak pula problemnya. Problematika hidup bertetangga berkait dengan berapa hal, baik dalam lingkungan kompleks perumahan atau di perkampungan.problematika bertetangga lebih besar dan menonjol justru di dalam lingkungan masyarakat heterogen (majemuk) ketimbang dalam masyarakat homogeny yang umumnya masih diikat oleh hubungan kekeluargaan. Namun dari sekian banyak itu, sekurang-kurangnya dapatt ditemukan lima hal, yang umumnya terjadi dalam hidup bertetangga selama ini, terlebih dalam zaman modern seperti yang tengah berlangsung. Kelima hal ini khususnya jika ditinjau dari hal sikap dan prilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai berikut:
1) Kehidupan individualistis.
2) Persaingan tidak sehat.
3) Persengketaan.
4) Keamanan.
F. Akhlak Kepada Tetangga
Dalam kehidupan sosial, tetangga merupakan orang yang yang secara fisik paling dekat jaraknya dengan tempat tinggal kita. Dalam tatanan hidup bermasyarakat, tetangga merupakan lingkaran kedua setelah rumah tangga, sehingga corak sosial suatu lingkungan masyarakat sangat
diwarnai oleh kehidupan pertetanggaan. Pada masyarakat pedesaan, hubungan antar tetangga sangat kuat hingga melahirkan norma sosial. Demikian juga pada lapisan masyarakat menengah kebawah dari masyarakat perkotaan, hubungan pertetanggaan masih sekuat masyarakat pedesaan. Hanya pada lapisan menengah keatas, hubungan pertetanggaan agak longgar karena pada umumnya mereka sangat individualistik.
Tradisi ke Islaman memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan norma-norma sosial hidup bertetangga. Adanya lembaga salat berjamaah di masjid atau mushalla, baik harian lima waktu, mingguan Jum''atan maupun tahunan Idul Fitri dan Idul Adha cukup efektip dalam membentuk jaringan pertetanggan. Demikian juga tradisi sosial keagamaan, seperti tahlilan, ratiban, akikah, syukuran, lebaran dan sebagainya sangat efektip dalam mempertemukan antar tetangga.Tentang betapa besarnya makna tetangga dalam membangun komunitas tergambar pada hadis Nabi yang memberi petunjuk agar sebelum memilih tempat tinggal hendaknya lebih dahulu mempertimbangkan siapa yang akan menjadi tetangganya, al jaru qablad dar, bahwa faktor tetanga itu harus didahulukan sebelum memilih tempat tinggal.Selanjutnya akhlak bertetangga diajarkan sebagai berikut :
a) Melindungi rasa aman tetangga. Kata Nabi, ciri karakteristik seorang muslim adalah, orang lain (tetangga) terbebas dari gangguannya, baik gangguan dari kata-kata maupun dari perbuatan fisik.
b) Menempatkan tetangga (yang miskin) dalam skala prioritas pembagian zakat.
c) Memberi salam jika berjumpa.
d) Menghadiri undangannya.
e) Menjenguk tetanggga yang sakit.
f) Melayat atau mengantar jenazah tetangga yang meninggal dunia.
g) Berempati kepada tetangga.
Yang paling penting dari Iman adalah pembuktian secara perilaku (bijawarih). Karena manusia tidak dianjurkan untuk menilai hati seseorang yang bersifat abstrak, tetapi menilai dari sisi lahirnya saja. Kalau seandainya ucapan dan perbuatan diri kita masih menyakiti tetangga, maka kita tak boleh berharap banyak untuk masuk sorga, karena menyakiti tetangga sama halnya dengan menyakiti Allah dan Rasulullah, sebagaimana Hadist Nabi menerangkan:
“Barangsiapa menyakiti tetangganya, maka ia juga menyakiti aku, barangsiapa menyakiti aku, maka ia juga menyakiti Allah. Barangsiapa menyerang tetangganya, maka sesungguhnya ia sama juga menyerang aku, dan barangsiapa menyerang aku, maka sesunggunya ia telah menyerang Allah Azza, Wajall”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
BAB VIII. Keteladanan Sahabat Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib ra.
Usman bin Affan Usman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Usman adalah seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan di...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar